top of page

MENOLAK LUPA!
TRAGEDI SEPTEMBER HITAM di INDONESIA

Latar Belakang
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah standar yang mengakui dan melindungi martabat semua manusia. Hak ini bersifat melekat, kodrati dan universal pada setiap individu. Namun, tak sedikit adanya pelanggaran terhadap HAM. Bahkan, di Indonesia sendiri ada tragedi yang dikenal dengan nama “September Hitam.” Sebutan September Hitam sendiri dikarenakan berbagai pelanggaran HAM terus-menerus terjadi pada bulan ini, dimulai dari peristiwa pembantaian jenderal G30S/PKI, tragedi Tanjung Priok tahun 1984, Semanggi II 1999, pembunuhan Munir tahun 2004, dan Salim Kancil pada tahun 2015. Dengan adanya berbagai peristiwa di September Hitam ini tentunya menjadi pengingat penting akan tantangan yang pernah dihadapi oleh bangsa Indonesia.

Peraturan Mengenai HAM
HAM sendiri sebenarnya telah diatur secara internasional dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang dikeluarkan oleh PBB. Tak hanya itu, secara khusus Indonesia juga mengatur tentang HAM dalam UUD 1945 (Pasal 28) dan Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.​​​​

Tragedi September Hitam
1. Gerakan 30 September (G30S)
Gerakan 30 September (G30S), yang merupakan sekelompok perwira militer yang berupaya untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Sukarno, memulai aksinya dengan menculik dan membunuh enam jenderal TNI. Peristiwa ini menciptakan kekacauan dalam struktur kekuasaan militer dan politik Indonesia saat itu. Mengikuti kudeta yang gagal ini, terjadi pembantaian massal terhadap anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan simpatisannya di berbagai wilayah Indonesia. Pembantaian ini terjadi dalam skala besar yang mengakibatkan ribuan hingga jutaan kematian, terutama di Pulau Jawa dan Bali.
 
2. Peristiwa Tanjung Priok
Peristiwa Tanjung Priok terjadi pada 13 September 1984, ketika pasukan keamanan membubarkan umat Muslim yang sedang melaksanakan ibadah Salat Jumat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Insiden ini berujung pada kerusuhan dan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan. Banyak saksi mata yang menggambarkan saat-saat ketegangan dan teror yang terjadi, dengan beberapa laporan mengindikasikan adanya tindakan eksekusi dan penangkapan secara sewenang-wenang. Peristiwa ini mengakibatkan banyak korban jiwa dan cedera di antara para peserta pertemuan.

3. Tragedi Semanggi II
Tragedi ini menjadi sebuah peristiwa penting dalam perjalanan Indonesia menuju reformasi politik dan sosial. Pada tanggal 24 sampai 28 September 1999, ribuan orang berkumpul di sekitar Jembatan Semanggi, Jakarta, demonstrasi yang awalnya berjalan dengan damai berubah menjadi tragedi yang tak terlupakan. Pertempuran yang terjadi antara demonstran dan aparat keamanan meletus di sekitar Jembatan Semanggi. Ini mengakibatkan sejumlah kematian dan cedera serius di antara para peserta demonstrasi. Tragedi ini adalah pengingat yang menyakitkan akan risiko yang dihadapi oleh mereka yang berjuang untuk perubahan dalam sistem politik dan pemerintahan yang ada saat itu.

4. Pembunuhan Munir 2004
Munir, seorang aktivis Hak Asasi Manusia yang dikenal dalam membela keadilan, meninggal dunia pada 7 September 2004 di atas pesawat Garuda Indonesia akibat diracun. Sebuah pembunuhan yang hingga kini, setelah 20 tahun berlalu, masih menyisakan misteri besar. Meskipun beberapa pelaku telah dihukum, pertanyaan mengenai siapa dalang sebenarnya dan motif di balik pembunuhan Munir tetap belum terjawab.

5. Pembunuhan terhadap Salim Kancil
Kasus terbunuhnya petani kecil yang dikenal dengan nama Salim Kancil juga menyisakan sisi kesadaran HAM yang ganjil. Kepala Desa Selok Awar-Awar, Kabupaten Lumajang, Haryono, menugaskan sejumlah preman membunuhnya. Peristiwa keji ini terjadi pada 26 September 2015. Salim dikeroyok sekitar 40 orang dengan menggunakan sejumlah senjata tajam, batu, hingga kayu. Tindakan penganiayaan berlanjut dengan menyeret Salim sejauh 2 kilometer menuju balai desa. Sederet perlakukan keji pun terus dilakukan hingga Salim meninggal.
​​
6. Reformasi Dikorupsi
Tragedi ini terjadi pada rentang 23 sampai 30 September 2019, ketika ribuan mahasiswa di seluruh Indonesia turun ke jalan untuk memprotes beberapa kebijakan pemerintah yang dianggap mengancam demokrasi dan kebebasan sipil. Demonstrasi ini dikenal dengan sebutan Reformasi Dikorupsi. Menuntut perubahan sejumlah undang-undang yang dianggap bermasalah saat itu (RKUHP, RUU Pertambangan Minerba, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan, RUU SDA) dan membatalkan UU KPK, reformasi birokrasi, penuntasan pelanggaran HAM dan transparansi dalam pengelolaan negara, serta hentikan perusakan alam Indonesia. Aksi ini berujung pada bentrokan antara massa demonstran dan aparat kepolisian. Mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia turut serta, dan beberapa bentrokan terjadi di berbagai kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Makassar, dan Surabaya.
Menuntut perubahan sejumlah undang-undang yang dianggap bermasalah saat itu (RKUHP, RUU Pertambangan Minerba, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan, RUU SDA), membatalkan UU KPK, reformasi birokrasi, penuntasan pelanggaran HAM dan transparansi dalam pengelolaan negara, serta hentikan perusakan alam Indonesia yang terjadi pada 23 sampai 30 September 2019.

7. Penembakan Pendeta Yeremia
Tragedi ini terjadi di distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua. Pendeta Yeremia Zanambani, seorang pemimpin agama Kristen di Papua, tewas ditembak pada 19 September 2020. Peristiwa ini memicu kemarahan publik dan menjadi simbol kekerasan di Papua yang terus berlanjut. Menurut berbagai laporan, pendeta Yeremia diduga ditembak oleh aparat keamanan Indonesia dalam operasi keamanan di wilayah tersebut, meskipun pihak militer menyangkal tuduhan tersebut. Yeremia ditemukan tewas di dekat gerejanya, dan keluarganya serta saksi mata mengklaim bahwa ia disiksa sebelum ditembak. Insiden ini menambah panjang daftar kekerasan yang terjadi di Papua, yang berhubungan dengan ketegangan antara militer dan kelompok separatis di wilayah tersebut. Kasus ini mendapat perhatian luas, termasuk dari Komnas HAM dan masyarakat sipil, yang menuntut penyelidikan independen dan keadilan bagi keluarga korban. Pemerintah kemudian membentuk tim gabungan untuk menyelidiki kejadian ini, namun hasil penyelidikannya belum sepenuhnya memuaskan banyak pihak yang mendesak keadilan bagi Yeremia dan korban-korban kekerasan di Papua lainnya.
Seorang tokoh agama yang dikenal aktif dalam mendukung perdamaian dan keadilan, ditembak mati oleh sekelompok orang tak dikenal di distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, pada 19 September 2020. Kejadian ini menimbulkan kericuhan [h]dan kemarahan, serta menambah daftar panjang kekerasan yang melibatkan aparat dan kelompok bersenjata di Papua.

8. Randi dan Yusuf Ditembak 
Penembakan Immawan La Randi dan Muhammad Yusuf Kardawi terjadi pada aksi mahasiswa yang menolak revisi Undang-Undang KPK dan RUU kontroversial lainnya di Kendari, Sulawesi Tenggara. Demonstrasi yang dilakukan mahasiswa Universitas Halu Oleo ini berlangsung damai hingga bentrokan terjadi dengan aparat kepolisian. Dalam kericuhan tersebut, Randi, seorang mahasiswa berusia 21 tahun, tewas akibat tembakan di dada. Keesokan harinya, Yusuf Kardawi, seorang mahasiswa teknik, juga meninggal dunia akibat luka serius di kepala setelah terjatuh saat berusaha menghindari bentrokan. Insiden ini menjadi sorotan nasional dan menambah gelombang kemarahan masyarakat terhadap penanganan aksi demonstrasi oleh aparat kepolisian. Penembakan kedua mahasiswa ini memicu protes lebih lanjut dan desakan untuk penyelidikan transparan terhadap tindakan kekerasan oleh aparat keamanan.
​​​
KESIMPULAN
Adanya berbagai peristiwa September Hitam ini tentunya menjadi pengingat penting akan tantangan yang pernah dihadapi oleh bangsa Indonesia dan membuktikan berbagai pelanggaran HAM yang telah terjadi. Oleh karena itu, sebagai masyarakat kita harus memastikan agar hal seperti ini tidak terulang kembali.​
 
''Menolak Lupa, September Hitam adalah saksi bisu pengkhianatan dan darah perjuangan. Jangan biarkan sejarah tenggelam dalam keheningan. Keadilan bukan untuk mereka yang terdiam, tetapi untuk mereka yang terus berjuang. Kita adalah suara yang tak akan pernah padam, terus menggema dalam pusaran waktu!''​

bottom of page