KAWAL PUTUSAN MK!
Latar Belakang
Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan salah satu lembaga yudikatif di Indonesia yang memiliki kewenangan untuk menguji undang-undang, memutus sengketa, pembubaran partai politik, dan perselisihan tentang hasil pemilu. Sedangkan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah lembaga legislatif yang memiliki kekuasaan untuk membuat, mengubah, dan mengesahkan undang-undang.
Pada hari Selasa (20/8/2024), MK mengabulkan permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora di Ruang Sidang Pleno MK terkait ambang batas pencalonan kepala daerah. Selain itu, mahkamah juga memberikan rincian mengenai menambang batas yang harus dipenuhi partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah (gubernur, bupati, dan walikota) dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024.
Secara teori, putusan yang dikeluarkan oleh MK bersifat final dan mengikat sejak diucapkan. Kemarin, tepatnya tanggal 21 Agustus 2024, pemerintah dan DPR menjadwalkan rapat kerja secara mendadak untuk merevisi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2014 (Undang-Undang Pilkada). Rapat kerja dadakan ini digelar untuk membahas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang melonggarkan ambang batas pencalonan kepala daerah. Rapat ini diadakan setelah MK memutus judicial review atas UU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) kemarin.
​
Perubahan Ambang Batas Pencalonan
Salah satu yang menjadi pembahasan oleh DPR adalah pengembalian ambang batas pencalonan kepala daerah sebesar 20% kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau 25% perolehan suara sah pemilu legislatif sebelumnya, suatu langkah yang dengan tegas sudah diputus MK bertentangan dengan UUD 1945.
Dalam hal ini, ketentuan pasal 40 diubah sehingga berbunyi:
-
Partai politik atau gabungan partai politik yang e kursi di DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD yang bersangkutan.
​​​​​​
​​​​
Perubahan Batas Usia Calon Kepala Daerah
Tidak hanya itu, rapat DPR juga membahas untuk mengembalikan batas usia minimal calon kepala daerah terhitung sejak pelantikan, meskipun MK telah menegaskan bahwa titik hitung harus diambil pada penetapan pasangan calon oleh KPU.
Untuk persoalan usia calon kepala daerah, badan legislatif tetap berpegang pada putusan Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2024, bahwa usia dihitung saat pelantikan, bukan saat pencalonan sebagaimana yang ditetapkan MK.
​
KESIMPULAN
Dalam hal ini, revisi UU Pilkada yang dilakukan oleh DPR akan menjadi suatu bentuk pengabaian hukum berdasarkan peraturan yang berlaku telah ditegaskan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan tidak dapat diganggu-gugat. Dari hal ini dapat kita lihat bahwa DPR jelas telah menyalahi hukum yang ada. Seharusnya, sebagai lembaga pemerintah yang bergelar “Dewan Perwakilan Rakyat” agar memperluas pandangan untuk kepentingan warga negara kita dan bukan menjadi lembaga yang memikirkan kepentingan sepihak saja.
​
“Di Indonesia, baik pemerintah maupun masyarakat kita tetap berkewajiban untuk mematuhi hukum yang berlaku karena Indonesia adalah negara hukum. Maka, hanya ada satu kata, lawan.”
​