Benang Kusut Reformasi:
Dari Soeharto ke Era Baru
Latar Belakang
Tanggal 21 Mei diperingati sebagai Hari Reformasi Nasional. Tahun 2024 ini merupakan tahun ke-26 peringatan Reformasi Indonesia sejak tahun 1998. Reformasi menjadi momentum penting untuk memperbaiki tata kelola negara yang saat itu dipenuhi oleh korupsi dan nepotisme. Meski telah menjalani proses demokratisasi selama 26 tahun, demokrasi di Indonesia dianggap masih berisiko tinggi untuk runtuh kapan saja. Kondisi ini disebabkan oleh reformasi tahun 1998 yang tidak sepenuhnya memisahkan sistem saat ini dari praktik otoriter sebelumnya, termasuk dalam aspek institusi, ekonomi, dan perilaku politik. Oleh karena itu, penting bagi gerakan masyarakat sipil yang semakin berkembang untuk terus memperkuat ketahanan demokrasi.
Sejarah Singkat
Pada 5 Maret 1998, dua puluh mahasiswa dari Universitas Indonesia mengunjungi Gedung Dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Permusyawaratan Rakyat (DPR/MPR) untuk menyuarakan penolakan mereka terhadap pidato pertanggung jawaban presiden yang telah disampaikan dalam Sidang Umum MPR. Mereka juga membawa agenda reformasi nasional dan disambut oleh Fraksi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Pada tanggal 11 Maret, Soeharto dan B.J. Habibie diambil sumpah sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Tiga hari kemudian, pada 14 Maret, Soeharto mengumumkan susunan Kabinet Pembangunan VII.
Pada tanggal 15 April, Soeharto meminta para mahasiswa untuk menghentikan protes dan kembali ke kampus, mengingat berlangsungnya serangkaian demonstrasi di berbagai universitas yang menuntut reformasi politik. Dialog antara mahasiswa dan beberapa menteri Kabinet Pembangunan VII, yang dipimpin oleh Menteri Pertahanan dan Keamanan Jenderal Purn. Wiranto pada 18 April tidak diterima dengan baik oleh banyak mahasiswa yang menolak untuk berdialog.
Kenaikan harga bahan bakar minyak pada 2 Mei memicu demonstrasi besar-besaran di Medan, Bandung, dan Yogyakarta pada 4 Mei, yang kemudian berujung pada bentrokan dengan aparat keamanan. Kerusuhan terjadi lagi pada 5 Mei di Medan. Sementara itu, Soeharto menghadiri pertemuan KTT G-15 di Kairo pada 9 Mei, yang merupakan kunjungannya yang terakhir ke luar negeri sebagai Presiden RI.
Keadaan memburuk pada 12 Mei ketika aparat keamanan menembak mati empat Mahasiswa Trisakti yang berdemonstrasi secara damai. Hal ini memicu lebih banyak kerusuhan di Jakarta dan sekitarnya pada hari-hari berikutnya, termasuk perusakan dan pembakaran pusat perbelanjaan yang mengakibatkan kematian sekitar 500 orang.
Setelah kembali dari Kairo pada 15 Mei, Soeharto membantah telah mengatakan bahwa ia bersedia mengundurkan diri. Pada 19 Mei, ia menolak permintaan untuk mundur yang disampaikan oleh beberapa tokoh Islam dalam pertemuan yang berlangsung jauh lebih lama dari yang direncanakan. Keesokan harinya, upaya untuk menggelar demonstrasi besar di Lapangan Monumen Nasional di Jakarta tidak jadi dilakukan karena kekhawatiran akan adanya korban jiwa.
Akhirnya, pada 21 Mei, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Presiden di Istana Merdeka, dan B.J. Habibie dilantik sebagai Presiden RI ketiga.
​
Tuntutan Mahasiswa
1. Adili Soeharto dan kroni-kroninya
Soeharto, yang memimpin selama sekitar 32 tahun, sering dilihat sebagai sumber utama dari berbagai masalah politik dan ekonomi yang terjadi di Indonesia pada periode tersebut. Pengaruh besar yang dia miliki memungkinkannya untuk mendirikan sebuah sistem politik yang melibatkan kerjasama erat dengan para pendukungnya;
2. Laksanakan Amandemen UUD 1945
Tuntutan untuk mengamandemen UUD 1945 dilihat sebagai langkah yang logis untuk memastikan kestabilan hukum di Indonesia untuk masa yang akan datang. Sebagai salah satu hasil dari amandemen tersebut, terdapat pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden yang hanya diperbolehkan menjabat maksimal dua periode;
3. Hapuskan dwi fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)
Selama era Orde Baru, ABRI memiliki peran ganda dalam fungsi keamanan dan politik. Kekuasaan luas ini memberikan ABRI pengaruh signifikan dalam pengelolaan negara. Namun, kekuasaan yang luas tersebut juga membuka peluang untuk penyalahgunaan dan cenderung membuat ABRI kurang berpihak kepada masyarakat sipil;
4. Pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya
Untuk mencapai keadilan yang merata di seluruh wilayah Indonesia, otonomi daerah dianggap sebagai salah satu solusi yang efektif untuk mengatasi ketimpangan kemajuan yang sejak awal kemerdekaan cenderung terpusat di Jawa. Otonomi daerah memberikan kesempatan kepada setiap wilayah, dari Sabang hingga Merauke, untuk mengelola dan mengembangkan potensi lokal mereka sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing;
5. Menegakkan supremasi hukum
Era Orde Baru dikenal dengan sejarahnya yang kelam, di mana hukum sering kali tampak hanya keras terhadap mereka yang berada di posisi bawah, sementara pejabat tinggi berperilaku tanpa kendali dan sewenang-wenang. Gerakan reformasi yang muncul kemudian menuntut penerapan hukum yang lebih adil dan tidak membeda-bedakan status individu, sehingga semua warga negara sama di depan hukum;
6. Menciptakan pemerintah yang bersih dari korupsi kolusi dan nepotisme
Selama era Orde Baru, terjadi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang tidak hanya masif tetapi juga terstruktur, menandai periode tersebut dengan praktik-praktik pemerintahan yang tidak transparan dan tidak adil. Hal ini memicu gerakan reformasi yang menuntut adanya transformasi menuju pemerintahan yang bersih dari KKN, sebagai langkah penting untuk memulihkan integritas dan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Cacat Demokrasi
Pasca-reformasi 1998, proses demokratisasi yang ditandai dengan tumbangnya Orde Baru sudah berjalan hampir tiga dekade. Kondisi demokrasi Indonesia belum membuahkan hasil yang memuaskan. Kebebasan sipil, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), dan berbagai kasus korupsi masih saja terjadi. Berdasarkan laporan berbagai lembaga pemantau demokrasi, salah satunya The Economist Intelligence Unit (EIU), pada 2023 Indonesia masih masuk dalam kategori negara demokrasi cacat (flawed democracy) dengan skor indeks demokrasi 6,53. Kondisi yang semakin memburuk dibandingkan tahun sebelumnya yaitu dengan skor 6,71.
Kesimpulan
Hari Reformasi Nasional yang diperingati setiap 21 Mei merupakan peringatan terhadap reformasi 1998 di Indonesia, yang bertujuan mengatasi korupsi dan nepotisme dalam pemerintahan. Walaupun reformasi telah berlangsung selama 26 tahun, demokrasi di Indonesia masih mengalami tantangan besar karena praktik otoriter masa lalu yang masih berlangsung. Peran mahasiswa sangat krusial dalam gerakan ini dengan tuntutan utama seperti pengunduran diri Soeharto, amandemen konstitusi, penghapusan dwifungsi militer, otonomi daerah, dan pemerintahan yang bebas korupsi. Meskipun transisi kepresidenan ke B.J. Habibie terjadi, banyak masalah belum terpecahkan. Hingga saat ini, Indonesia masih berjuang dengan isu kebebasan sipil, pelanggaran HAM, dan korupsi yang berkelanjutan, menandakan bahwa reformasi masih perlu diperkuat oleh gerakan masyarakat sipil.
​
statement
“Sebagai bagian dari generasi mahasiswa Indonesia kita perlu merenungkan kembali momentum 1998 yang seharusnya menjadi titik balik dalam sejarah politik negara kita. 26 tahun telah berlalu tapi tujuan reformasi belum sepenuhnya terwujud. Sebagai mahasiswa kita harus berkomitmen untuk memastikan bahwa semangat reformasi yang dinyalakan dua dekade lalu terus membara, membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih adil dan sejahtera.”
​
Selamat Hari Reformasi Nasional
“Semoga titik balik berbuah hasil dan menuju Indonesia lebih baik”
​