HAK DIRAMPAS, MASYARAKAT DIBUNGKAM ?
Latar Belakang
Ingatkah kalian pada Desember 2023, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) usul inisiatif DPR yang berisi 12 BAB dan 72 Pasal dalam Rapat Paripurna, tujuan RUU ini dibuat untuk mencabut status Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Ibu Kota Negara Nusantara (IKN). Akan tetapi, dalam RUU DKJ terdapat beberapa pasal yang dikatakan sebagai pasal kontroversi, salah satunya yaitu Pasal 10 ayat (2) tentang gubernur dan wakil gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pasal tersebut menuai kontroversi dari berbagai macam kalangan masyarakat yang menilai adanya kejanggalan terhadap dibuatnya pasal tersebut, seperti memiliki tujuan untuk politik kepentingan, dikarenakan apabila pasal tersebut ditetapkan, masyarakat tidak bisa memilih atau mengeluarkan haknya atas pemilihan yang seharusnya dilaksanakan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), dimana seharusnya masyarakat dapat terlibat dalam Pilkada yang mencangkup gubernur dan wakil gubernur.
​
Pada Dasarnya
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dipilih oleh masyarakat atas usul dari partai yang menaungi. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dilaksanakan dalam 5 tahun sekali di Indonesia. Setelah reformasi pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pemilihan kepala daerah melalui (Pilkada) yang dipilih oleh rakyat dilaksanakan pertama kali pada tahun 2007. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur seharusnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 dan Peraturan yang menjelaskan tentang sistematika berlangsungnya Pilkada, dalam Peraturan Presiden, dalam ketentuannya presiden dapat mengangkat dan memberhentikan menteri, namun tidak dengan gubernur dan wakil gubernur, dengan diselengarakannya pilkada, membuat negara Indonesia menjadi negara yang demokratis, dikarenakan masyarakat bisa memilih sesuai dengan apa yang mereka pilih. Jika gubernur dan wakil gubernur tidak dipilih secara demokratis, maka dipastikan ketentuan tersebut melanggar peraturan yang sudah ditetapkan.
Berlangsungnya Pilkada berdasarkan
Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 tentang kepala daerah terdiri (Kepala desa, wakil kepala desa, gubernur, bupati) dipilih secara demokratis. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah mengatur mengenai pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota juga menjadi Undang-Undang.
Aturan tersebut secara tegas menyatakan gubernur dan wakil gubernur harus dipilih secara demokratis dan dipilih melalui suara rakyat.
Langkah yang harus diambil
Seharusnya, dalam mengesahkan RUU DKJ, DPR harus melibatkan partisipasi masyarakat atau publik, dikarenakan Indonesia merupakan negara demokrasi , dan masyarakat memiliki Hak Asasi dalam Pasal 28F UUD 1945, dimana Masyarakat memiliki hak untuk mendapat informasi, memiliki, menyimpan, dan mengetahui. Masyarakat harus mengetahui jika terdapat perubahan dalam RUU tersebut. Jika pemilihan tersebut tetap dilakukan oleh DPR melalui RUU DKJ Pasal 10 Ayat (2), maka akan berdampak pada Sistem Demokrasi di Indonesia, dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap Sistem Politik di Indonesia. Seharusnya DPR RI dapat mempertimbangkan keluhan atau aspirasi yang sudah disampaikan oleh masyarakat terhadap DPR RI terkait RUU DKJ.
Sikap Pemerintah
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tito Karnavian menegaskan bahwa dalam RUU DKJ versi pemerintah, pemilihan Gubernur DKI Jakarta tetap melalui pilkada. Tito mengatakan pemilihan Gubernur Jakarta harus dilakukan secara transparan demi menghormati prinsip demokrasi. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, menanggapi wacana pemilihan Gubernur Jakarta melalui penunjukkan presiden berdasarkan usulan DPRD, yang hendak diatur dalam RUU DKJ. "Kalau saya, kalau tanya saya ya gubernur dipilih langsung (oleh rakyat)," ujar Jokowi saat memberikan keterangan pers di kawasan Rumah Pompa Ancol Sentiong, Jakarta Utara pada Senin (11/12/2023).
Draf RUU DKJ belum sepenuhnya dilakukan sosialisasi kepada pemerintahan dan terlebih kepada masyarakat. Maka, hal tersebut harus dipertanyakan, apakah draf tersebut dibuat dengan mengajak masyarakat, publik, ahli hukum, presiden, atau karangan semata yang dibuat oleh DPR. Sikap pemerintah dalam menanggapi hal ini menggambarkan kontra dalam Pasal 10 ayat (2) yang dibuat oleh DPR. Presiden Joko Widodo pun mengatakan bahwa beliau setuju dengan pemilihan gubernur dan wakil gubernur dipilih secara langsung oleh rakyat, karena hal tersebut merupakan hak demokrasi masyarakat Indonesia, dan Indonesia menggunakan Asas Luber Jurdil.
Dampak dari pemilihan gubernur dan wakil gubernur yang ditunjuk oleh presiden
-
Turunnya Demokrasi yang ada di Indonesia, pada dasarnya Indonesia merupakan negara yang demokratis, dengan dibuatnya Pilkada untuk masyarakat memilih dan menggunakan hak suara yang dipilih oleh rakyat sesuai dengan Undang-Undang yang tertera;
-
Turunnya kepercayaan masyarakat pada DPR RI dan pemerintah;
-
Hilangnya demokrasi dan kembalinya lama, yang dimana pemilihan ditunjuk oleh presiden;
-
Turunnya rasa kepercayaan masyarakat kepada bangsa sendiri;
-
Berkurangnya hak masyarakat dalam ikut serta pemilihan;
-
Terdapat reformasi jilid 2.
Kesimpulan
RUU DKJ usul inisiatif yang disahkan DPR RI menuai kontroversi, terkait Pemindahan Ibu Kota Negara. Terutama dalam Pasal 10 ayat (2) RUU DKJ tentang gubernur dan wakil gubernur yang ditunjuk, diangkat, dan diberentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD. Langkah ini dianggap sebagai ancaman serius terhadap
Demokrasi dan hak rakyat untuk memilih pemimpinnya melalui Pilkada. Adanya Pasal 10 ayat (2) dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, dikarenakan bertujuan untuk menghapus Pilkada, dan pemilihan gubernur dan wakil gubernur tidak secara demokratis. Dampak dari keputusan ini meliputi penurunan demokrasi, hilangnya kepercayaan pada pemerintah, dan risiko kembalinya pada era otoriter atau orde lama.
​
“RUU DKJ yang dirancang jelas bertentangan dengan UUD 1945. Bagaimana jika Pilkada dihapus dan mencitrakan gambaran kelam bagi masa depan demokrasi Indonesia yang seharusnya dijunjung tinggi. Dalam jabatannya sebagai DPR yang seharusnya mendegar aspirasi dan terbuka untuk rakyat, masih dapatkah demokrasi dan hak suara di Indonesia terlanjankan? Lalu apakah langkah pemerintah dalam permasalahan ini terlebih banyak pertentangan yang terjadi?”
​
Daftar Pustaka
-
https://www.kompas.tv/nasional/467418/kini-7-fraksi-di-dpr-tolak-gubernur-jakarta-dipilih-oleh-presiden-yang-ada-di-ruu-dkj?page=all
-
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20231207133703-32-1034125/tito-pemerintah-tolak-gubernur-jakarta-dipilih-presiden-dalam-ruu-dkj
-
https://news.detik.com/pemilu/d-7076500/pro-kontra-gubernur-jakarta-ditunjuk-presiden-jika-ruu-dkj-disahkan
-
https://nasional.kompas.com/read/2023/12/08/16215571/alasan-ppp-usulkan-gubernur-jakarta-ditunjuk-presiden-dalam-ruu-dkj
-
https://www.metrotvnews.com/play/kewCaxX6-menguak-pasal-anti-demokrasi-dalam-ruu-dkj
-
https://ntbsatu.com/2023/12/11/jokowi-mengaku-belum-terima-draft-ruu-dkj.html
-
https://fokus.tempo.co/read/1807256/gaduh-ruu-dkj-gara-gara-usulan-presiden-angkat-dan-berhentikan-gubernurnya
-
https://www.ayojakarta.com/news/7611150747/ruu-dkj-gubernur-ditunjuk-presiden-disebut-seperti-kembali-ke-era-voc-ahli-sejarawan-dkj-adalah-daerah-kompeni-jakarta
-
https://nasional.tempo.co/read/1806292/apa-konsekuensinya-jika-ruu-dkj-disahkan-dpr
-
https://news.detik.com/pemilu/d-7077152/presiden-tunjuk-gubernur-jakarta-di-ruu-dkj-gibran-pemilihan-langsung-aja