SUARA PEKERJA: APRESIASI DAN ASPIRASI DI HARI BURUH
Latar Belakang
Hari Buruh atau yang dikenal sebagai May Day, diperingati pada tanggal 1 Mei dimana pada hari tersebut seluruh dunia menghormati perjuangan para pekerja dan buruh dalam mendapatkan hak-hak yang adil juga perlindungan kerja yang layak.
Partai Buruh dan pekerja di Indonesia umumnya akan berkumpul untuk melakukan aksi unjuk rasa yang dimana mereka akan menyuarakan aspirasi dan hak-hak mereka. Kelangkaan lapangan pekerjaan yang semakin tinggi dan juga tingkat pengangguran yang bertambah menjadi faktor yang berdampak pada aspek sosial yang luas, itulah kenapa Hari Buruh identik dengan demonstrasi.
Jejak Awal Penetapan Hari Buruh
Pada Tahun 1806, terjadi aksi mogok kerja pertama di Amerika Serikat, dikarenakan perkembangan kapitalisme industri yang mendorong banyaknya perusahaan yang terus memaksa para buruhnya untuk terus bekerja hingga 19-20 jam sehari, dan tidak diberikan upah yang sepadan yang juga diperpanas dengan pengabaian hak yang memicu perlawanan keras oleh para buruh.
Dilanjutkan pada 1 Mei 1886, puluhan ribu buruh dari Federasi Buruh Amerika melakukan mogok bersama dengan anak juga istri mereka yang menuntut jam kerja dikurangi menjadi maksimal 8 jam per hari. Aksi mereka masih dilakukan di Lapangan Haymarket yang akhirnya para buruh mulai menyusut menjadi ratusan orang di iringi kedatangan polisi yang membubarkan aksi tersebut dengan meledakkan bom. Insiden yang berdarah itu akhirnya mengundang simpati dan solidaritas dari seluruh dunia.
Pada akhirnya, Hari Buruh ditetapkan oleh Federasi Internasional Kelompok Sosialis dan Serikat Pekerja pada 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional saat berlangsungnya Konferensi Sosialis Internasional di Paris, Prancis pada 1889. Penetapan tersebut juga dilakukan untuk memperingati Peristiwa Haymarket di Amerika Serikat pada 1886.
Hari Buruh di Indonesia
Hari Buruh di Indonesia pertama kali diperingati oleh Serikat Buruh Tang Hwee Koan di Indonesia dan Asia pada 1918, dimana pada saat itu harga tanah milik kaum buruh di patok sangat rendah dan mereka diharuskan untuk bekerja keras tanpa upah yang pantas. Semenjak saat itu pemerintah kolonial Belanda melarang adanya peringatan Hari Buruh untuk mencegah gerakan pemberontakan.
Dilanjutkan pada era setelah kemerdekaan pada 1948 Hari Buruh diperingati kembali bersamaan dengan ditetapkannya UU No. 12 Tahun 1948 tentang Undang-Undang Kerja Tahun 1948. Awalnya, hal ini disambut dengan perayaan besar yang berlangsung sampai 19 Mei dimana euforia perayaan berubah menjadi aksi demonstrasi, lantaran ribuan petani dan buruh menuntut pembayaran upah yang tertunda selama setahun lamanya. Pemogokan ini berhenti setelah Mohammad Hatta mengadakan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) pada Juli 1948.
Pada Tahun 1967-1998 pada era Presiden Soeharto merupakan masa suram bagi gerakan buruh yang mana diidentikkan dengan Ideologi Komunisme yang saat itu dilarang keberadaanya hingga keterlibatan militer yang mengintervensi gerakan para buruh yang didelegasikan melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans) No. 342 Tahun 1986.
Setelah berakhirnya Orde Baru, pada tahun 2000 para buruh kembali melakukan aksi selama 7 hari untuk menuntut hak-hak mereka. Sampai akhirnya Hari Buruh ditetapkan pada 1 Mei 2013 bahwa mulai tanggal 1 Mei 2014, Hari Buruh resmi menjadi hari libur nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Tuntutan yang pernah diajukan oleh para pekerja dan buruh
1.Kenaikan Upah Minimum Tahunan (UMT) 2024
Para Buruh meminta kenaikan UMT sebesar 15% dikarenakan kenaikan harga bahan pokok dan lainnya yang terlampau tinggi, para buruh akan terus melakukan aksi dan mengancam akan mogok nasional sampai tujuan ini tercapai.
2. Mencabut Omnibus Law UU No.6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja
Sejak disahkan oleh DPR RI dan pemerintah pada 5 Oktober 2020, Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Omnibus Law) terus menimbulkan polemik besar di tengah masyarakat. Menurut kelompok pekerja buruh UU Cipta Kerja masih memuat aturan yang tak berpihak pada para pekerja, mulai dari sistem pengupahan yang timpang antara daerah, adanya potensi penurunan nilai pesangon dan ketidakjelasan jaminan pekerja, tidak diaturnya persoalan cuti panjang, pengurangan istirahat mingguan, hingga tak adanya batas waktu yang jelas terkait perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), Partai Buruh menilai Pemerintah tergesa-gesa dalam membuat peraturan ini dalam pembentukan pun pemerintah tidak mengajak publik untuk berdiskusi.
3. Sahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT)
RUU PPRT telah beberapa kali masuk dalam daftar program legislasi nasional (Prolegnas) DPR sejak 2004 hingga 2021. RUU PPRT yang seharusnya dibuat untuk melindungi pekerja rumah tangga selama 17 tahun masih belum disahkan menjadi salah satu tuntutan besar para buruh terutama para pekerja rumah tangga.
​
4. Menghapus Outsourcing Tolak Upah Murah (HOSTUM)
Beberapa buruh mendapatkan jam kerja yang sangat lama 8 hingga 10 jam per harinya yang tidak sebanding dengan upah yang dihasilkan oleh pihak pekerja dan outsourcing ini dapat memberhentikan dan mengubah gaji karyawan dari tempat tersebut yang dimana tidak dapat dikatakan sebagai tempat kesejahteraan karyawan atau pekerja buruh.
​
5. Penolakan RUU Kesehatan
Terdapat beberapa aturan aturan pro kontra dalam RUU Kesehatan yang dirancang oleh DPR, alasan para buruh menuntut RUU Kesehatan karena dinilai mengancam jaminan sosial terlebih jaminan kesehatan.
Mengapa Tuntutan Ini Penting?
Tuntutan yang diajukan oleh para pekerja dan buruh sangat penting karena menyangkut hak-hak dasar dan kondisi kerja yang adil serta kesejahteraan pekerja di seluruh sektor. Kenaikan Upah Minimum Tahunan (UMT) 2024 sebesar 15% merupakan respons terhadap inflasi dan kenaikan harga bahan pokok yang berdampak pada daya beli pekerja yang penting untuk memastikan bahwa pekerja dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka serta menjaga motivasi dan produktivitas.
UU Cipta Kerja dinilai memberikan lebih banyak keuntungan kepada pemilik usaha dibandingkan pekerja, sehingga mencabutnya penting untuk menjaga keseimbangan kekuatan dan memastikan perlindungan hukum bagi pekerja. RUU PPRT yang telah lama tertunda jika disahkan akan memberikan perlindungan yang lebih kuat kepada jutaan pekerja rumah tangga yang sering tidak mendapatkan hak yang sama dengan pekerja sektor lain. Praktik outsourcing yang sering mengarah pada upah murah dan kondisi kerja yang buruk perlu dihapus untuk menjamin semua pekerja mendapatkan upah yang layak dan kondisi kerja yang adil.
Penolakan terhadap RUU Kesehatan yang dinilai mengancam jaminan sosial dan kesehatan penting untuk menjaga akses kesehatan yang adil dan terjangkau bagi pekerja, yang esensial untuk kesehatan individu dan produktivitas keseluruhan. Tuntutan ini merupakan upaya untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil, di mana hak dan kesejahteraan setiap individu dihargai dan dilindungi.
Apa seharusnya langkah pemerintah?
Pemerintah seharusnya menanggapi dengan serius pada tuntutan-tuntutan yang diajukan oleh para buruh dengan melakukan langkah seperti:
1. Meningkatkan Dialog: Proaktif mengadakan diskusi terbuka dan teratur dengan serikat pekerja untuk memahami dan menangani kekhawatiran mereka;
2. Penyesuaian Kebijakan Upah: Melakukan peninjauan dan penyesuaian kebijakan upah minimum berdasarkan kebutuhan riil pekerja dan kondisi ekonomi;
3. Revisi UU Cipta Kerja: Mengkaji ulang UU Cipta Kerja untuk memastikan perlindungan yang lebih baik atas hak-hak pekerja;
​
4. Pengesahan RUU Pro-Pekerja: Mempercepat pengesahan RUU seperti Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang mendukung perlindungan pekerja di sektor kurang terlindungi;
5. Regulasi Outsourcing: Mengatur praktik outsourcing untuk memastikan keadilan dan kondisi kerja yang layak bagi pekerja;
6. Jaminan Kesehatan: Memastikan reformasi kesehatan tidak mengurangi akses atau kualitas layanan kesehatan bagi pekerja.
​
Kesimpulan
Hari Buruh, yang diperingati setiap tanggal 1 Mei, adalah peringatan global penting yang menghormati perjuangan para pekerja dan buruh untuk mendapatkan hak dan perlindungan yang layak di Indonesia, sejarah panjang perjuangan buruh ini menekankan tuntutan terhadap isu-isu seperti keadilan upah, perlindungan bagi pekerja rumah tangga, dan penolakan terhadap UU Cipta Kerja yang kontroversial. Penting bagi pemerintah untuk menanggapi serius tuntutan ini melalui dialog yang intensif dengan serikat pekerja, penyesuaian kebijakan upah, dan revisi undang-undang yang memastikan keadilan sosial dan kesejahteraan pekerja terjaga memungkinkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
“Buruh merupakan pahlawan yang telah bekerja keras menghasilkan karya hebat untuk kemajuan negeri. Dedikasi dan kesungguhan hati yang hebat menggerakan pertumbuhan di seluruh penjuru dunia, oleh karena itu mari kita apresiasi pencapaian, prestasi, dan kerja keras mereka.“
​
Selamat Hari Buruh
“Libur Sehari Besok Kerja Lagi”