Pelanggaran Etik
Dalam Bayangan Politik
Latar Belakang
Para advokat yang tergabung dalam Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman dan delapan hakim MK lainnya atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hukum konstitusi setelah memproses sejumlah gugatan uji materi mengenai syarat batas usia calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres). Atas dasar pelaporan ini, Mahkamah Konstitusi akhirnya membuat Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang beranggotakan Hakim MK Wahiduddin Adams, Ketua pertama MK Prof. Jimly Asshiddiqie, dan pakar hukum Prof. Bintan Saragih. Pembentukan MKMK (Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi) telah disahkan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
Pada sidang perdana yang dilaksanakan pada Selasa, 31 Oktober 2023, 16 akademisi dari Constitutional and Administrative Law Society (CALS) mengadukan Anwar Usman karena diduga mempunyai konflik kepentingan. Menurut kuasa hukum CALS, Violla Reininda, dasar pelaporan Anwar Usman adalah karena diduga terdapat konflik kepentingan atau conflict of interest. Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang telah disahkan oleh Ketua MK mengubah syarat usia minimum capres-cawapres yang membuka kesempatan bagi Walikota Solo, Gibran Rakabuming Raka, untuk mencalonkan diri menjadi capres-cawapres pada pilpres 2024. Diketahui, Gibran adalah keponakan dari Anwar.
Putusan Kontroversi
Para advokat yang tergabung dalam LBH Yusuf menyatakan bahwa tindakan Anwar Usman bertentangan dengan UU No. 48 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 17 ayat (3) yang berisi “Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera.”
Selain itu, beberapa masalah yang menjadi perdebatan mengenai Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 adalah putusan ini dianggap sebagai intervensi kepada penyelenggara pemilu. Salah satu pelapor yaitu Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) melalui Kaka Suminta menyatakan bahwa keputusan ini menyebabkan kekacauan di KPU dalam penerapan PKPU Nomor 19 Tahun 2023.
Jimly menegaskan bahwa hasil pemeriksaan MKMK tidak berpengaruh pada putusan MK mengenai batas usia capres yang meloloskan Gibran. Ia menggarisbawahi bahwa kewenangan MK hanya pada ranah kode etik, bukan untuk mengubah keputusan MK sebab keputusan MK sejatinya bersifat final dan mengikat. Akan tetapi, publik masih dapat mengajukan perkara batas usia capres-cawapres di MK. Tertulis di dalam Pasal 60 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2011 materi yang telah diuji memang tidak dapat diujikan kembali, tetapi ada pengecualian bila materi UUD 1945 yang dijadikan dasar pengujian berbeda.
Pemeriksaan Hakim Mahkamah Konstitusi
Pada Kamis sore tanggal 2 November 2023 Wakil Ketua MK, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, telah diperiksa oleh MKMK di Gedung II MK. Menyusul Daniel Yusmic, Guntur Hamzah selaku hakim konstitusi turut diperiksa oleh MKMK sekitar pukul 17.00 WIB. Sebelumnya, tujuh hakim konstitusi lainnya yaitu Anwar Usman, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Saldi isra, Manahan MP Sitompul, dan Suhartoyo telah diperiksa secara tertutup. Tertanggal 31 Oktober 2023, Anwar Usman diperiksa dan dikabarkan akan menjadi hakim konstitusi yang diperiksa dua kali oleh MKMK. Ketua MKMK mengaku telah menemukan banyak masalah setelah memeriksa sejumlah hakim MK mulai dari soal hubungan kekerabatan hakim MK serta hakim MK yang mengumbar masalah internal MK ke publik.
Isu dan Sanksi Terkait Pelanggaran Kode Etik
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie membeberkan 11 isu yang muncul dalam laporan terkait kode etik hakim konstitusi.​
-
Hakim yang dinilai punya kepentingan tidak mengundurkan diri dalam memutuskan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat batas usia capres-cawapres;
-
Isu mengenai hakim membicarakan substansi berkaitan dengan materi perkara yang sedang diperiksa;
-
Ada hakim yang menulis dissenting opinion (perbedaan pendapat dalam putusan) tapi bukan mengenai substansi;
-
Isu mengenai adanya hakim yang berbicara masalah internal MK di publik;
-
Dugaan pelanggaran prosedur, registrasi dan persidangan yang diduga atas perintah ketua hakim;
-
Soal pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang dianggap lambat, padahal sudah diperintahkan oleh UU.
-
Soal manajemen dan mekanisme pengambilan keputusan dianggap tidak sesuai prosedur;
-
MK dijadikan alat politik;
-
Isu mengenai adanya pemberitaan di media yang sangat rinci;
-
Dugaan ada hakim yang berbohong tentang pengambilan keputusan;
-
Isu mengenai seolah ada pembiaran oleh delapan hakim lainnya saat Anwar Usman mengambil keputusan.
Jimly juga menjelaskan tiga opsi sanksi terkait dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi dalam memeriksa hingga memutus Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Tiga opsi ini telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 1 Tahun 2023 adalah sanksi dalam bentuk teguran, peringatan, dan pemberhentian. Terkait opsi teguran, terdiri atas teguran tertulis dan teguran lisan, opsi peringatan tidak banyak diuraikan namun variasinya banyak, dan opsi pemberhentian terdiri atas pemberhentian dengan hormat, pemberhentian tidak terhormat dan pemberhentian bukan sebagai anggota hakim konstitusi, akan tetapi sebagai ketua.
Sidang kedua telah dilaksanakan pada Rabu 1 November 2023 di Ruang Sidang MKMK lantai 4 Gedung II MK. MKMK membagi sidang menjadi dua sesi, sesi pertama dilaksanakan pada pukul 09.00 WIB dan dilanjutkan dengan sesi kedua pada pukul 13.30 WIB. Pada saat sidang, MKMK memanggil Pelapor untuk menyampaikan alasan dan bukti mengenai dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi. MKMK menyatakan akan membacakan keputusan paling lambat pada 7 November 2023, sehari sebelum tenggat pengusulan pasangan bakal capres-cawapres pengganti ke KPU RI.
​
Keputusan Sidang Akhir
Pada Selasa, 7 November 2023 petang, Ketua MKMK membacakan putusan akhir mengenai sidang kode etik sembilan hakim MK. Anwar Usman bersama kedelapan hakim lainnya terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim MK sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, independensi dan kepantasan dan kesopanan, ungkap Jimly. Hasilnya, MKMK menjatuhkan sanksi kepada Anwar Usman berupa pemberhentian dari jabatan Ketua MK. Sedangkan untuk hakim konstitusi lainnya, akan ada sanksi peringatan dan teguran lisan.
Hasil dari keputusan sidang tersebut hanya sebatas memberikan sanksi kepada Anwar Usman dan hakim MK lainnya yang terbukti melanggar kode etik. Keputusan tersebut tidak mengubah Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai syarat usia capres-cawapres. MKMK menyatakan untuk tidak mempertimbangkan pelapor untuk melakukan penilaian, membatalkan, koreksi, ataupun meninjau kembali putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat usia capres dan cawapres. Putusan ini menyatakan bahwa warga Indonesia dapat menjadi capres dan cawapres dengan syarat pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu/pilkada.
Arief Maulana selaku kuasa hukum dari 15 Guru Besar serta Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara dalam (CALS) mengungkapkan kekecewaannya mengenai keputusan MKMK pada sidang tersebut. Menurutnya, putusan pemberhentian Anwar Usman tidak cukup. “MKMK dapat memerintahkan kepada hakim yang tidak memiliki konflik kepentingan untuk mengadili kembali putusan” ujarnya. Arief juga menambahkan bahwa putusan ini sebagai tanda-tanda matinya konstitusi dan demokrasi kita karena Anwar Usman tidak benar-benar diberhentikan sebagai hakim konstitusi.
Sikap Pemerintah
Presiden RI Joko Widodo menyampaikan komentar terkait Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 melalui siaran video saat kunjungan kerjanya di China World Hotel, Beijing pada Senin tanggal 16 Oktober 2023. Presiden menyatakan bahwa dirinya tidak terlibat dalam polemik mengenai usia capres dan cawapres yang menyangkut putranya, Gibran Rakabuming Raka. Menurutnya, hal tersebut merupakan kewenangan lembaga yudikatif dan partai politik. Presiden tidak ingin memberikan pendapat mengenai perkara tersebut sebab pendapatnya bisa disalah artikan seolah-olah presiden mencampuri kewenangan yudikatif. Presiden mempersilahkan masyarakat untuk menanyakan perihal tersebut kepada Mahkamah Konstitusi secara langsung. Selain itu, presiden juga menyilahkan pakar hukum untuk menilainya.
Perlawan Anwar Usman
Ketua MK Anwar Usman yang tidak terima bahwasannya dicabut dari jabatannya menggugat Suhartoyo Ketua MK yang menjadi penggantinya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta. Gugatan tersebut didaftarkan pada Hari Jumat, 24 November 2023. Gugatan tersebut sudah terdaftar pada SIPP PTUN Jakarta, adanya surat keberatan yang disampaikan kuasa hukum Yang Mulya Anwar Usman mengenai SK pengangkatan Ketua MK yang baru karena dianggap ada kejanggalan dalam putusan MKMK.
Poin-poin petitum gugatan yang diajukan Anwar Usman:
​
1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028;
3. Mewajibkan tergugat untuk mencabut Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028;
4. Mewajibkan tergugat untuk merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan penggugat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Periode 2023-2028, seperti semula sebelum diberhentikan.
​
Surat yang diajukan Anwar Usman sudah dijawab oleh Ketua MK Suhartoyo pada tanggal 22 November 2023 yang disusun berdasarkan hasil RPH.
​
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, melalui pesan tertulis mengatakan bahwa pemilihan Ketua MK yang baru Periode 2023-2028 itu dibuat sesuai dengan Peraturan MKMK dan dilaksanakan sesuai dengan Perundang-undangan.
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie, memberi pendapat menurut Jimly Anwar merasa kecewa karena dicopot dari jabatan sebagai Ketua MK. Anwar dicopot dari jabatannya dikarenakan pelanggaran yang telah dibuat oleh Anwar Husman.
​
Kesimpulan
Kontroversi mewarnai kasus pelanggaran kode etik MK terkait Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat usia calon presiden dan wakil presiden. Laporan dari advokat Perekat Nusantara dan TPDI memicu pembentukan MKMK. Jimly Asshiddiqie, Ketua MKMK, mengungkapkan sejumlah isu terkait pelanggaran kode etik hakim, konflik kepentingan, pembicaraan masalah internal MK di publik, dan dugaan pelanggaran prosedur. Pada 7 November 2023, MKMK memberikan sanksi berupa pemberhentian kepada Anwar Usman dan peringatan kepada hakim konstitusi lainnya, tanpa mengubah putusan kontroversial Nomor 90/PUU-XXI/2023. Reaksi masyarakat, termasuk kekecewaan dari pihak CALS, mencerminkan ketegangan dalam penilaian terhadap keputusan MKMK. Sementara itu Presiden Jokowi menegaskan bahwa polemik tersebut merupakan kewenangan lembaga yudikatif dan partai politik. Anwar Usman merespons dengan mengajukan gugatan ke PTUN DKI Jakarta terkait pemberhentiannya dari jabatan Ketua MK keseluruhan kasus ini menciptakan dinamika kompleks antara lembaga peradilan, masyarakat, dan pemerintah yang menyoroti tantangan dalam sistem peradilan dan politik di Indonesia.
​
Referensi
https://www.bbc.com/indonesia/articles/cz41jen9dvvo
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=19733&menu=2
https://news.detik.com/berita/d-7013549/jimly-beberkan-9-isu-dugaan-pelanggaran-etik-ketua-mk-dkk
https://www.youtube.com/watch?v=brxFWet80kU
https://www.bbc.com/indonesia/articles/cekpgng2vjdo
https://setkab.go.id/terkait-putusan-mk-dan-bakal-capres-cawapres-presiden-saya-tidak-mencampuri/
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=19751&menu=2